Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2019

Teknologi untuk Perdamaian

Jakarta - Bicara mengenai geopolitik, banyak sekali hal yang menjadi perhatian setiap kalangan terutama bagi pihak pengambil kebijakan luar negeri. Berbagai opsi dari yang rasional hingga tidak rasional seperti "penggunaan instrumen kekerasan" (misal: perang). Penggunaan kekerasan terkadang menjadi pilihan paling rasional bagi negara maupun aktor lain untuk mencapai kepentingannya. Tujuan dasar dari penggunaan kekerasan adalah untuk memaksakan perubahan nilai-nilai serta agenda yang ada di dalam suatu negara. Berbagai jenis dan bentuk perang merupakan hasil inovasi dari peradaban manusia mengingat perang merupakan kebudayaan sekaligus institusi tertua sejak eksistensi manusia. Perkembangan bentuk perang seperti jangkauan hingga teknologi seolah menjadi perlombaan yang dihasilkan dari interaksi aktor di dalamnya yang diklasifikasikan sebagai perang generasi pertama, generasi kedua, generasi ketiga, dan generasi keempat di mana dalam setiap generas...

Aplikasi untuk Menjadi Orang Lain

Candra Malik (Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom) Jakarta - Dunia memang sedang bersalin rupa. Sejak puluhan tahun silam, bahkan lebih, manusia melakukan hampir segala cara menyangkal dan menangkal penuaan dini. Mulai rambut disemir demi menyiasati uban, keriput tidak boleh menyeruak, kantong mata tebal juga harus dikompres, hingga pertanyaan soal umur pun ditabukan. Tapi, entah mengapa, tiba-tiba kita ingin melihat wajah tua kelak. Bukan teknologi yang sesungguhnya telah merangsang ketidaksanggupan kita untuk menahan diri mengikuti tren. Namun justru ketidaksanggupan kita menahan diri itulah yang menjadikan tren teknologi. Bukan lagi data pribadi kita sebenarnya yang mungkin saja dicuri, melainkan bahkan kepribadian kita. Hari-hari ini, potret wajah-wajah tua seolah jadi teropong melihat masa depan. Face App, nama aplikasi yang lekas tenar tersebut. Beberapa pengguna aplikasi pop itu memunculkan potret mereka yang jauh lebih sepuh melampaui usianya kini...

Ogoh-ogoh Kreativitas Pemuda Bali

     Ogoh-ogoh itu sendiri diambil dari sebutan ogah – ogah dari bahasa Bali yang artinya sesuatu yang digoyang-goyangkan. Pada tahun 1983 merupakan bagian penting dalam sejarah ogoh-ogoh di Bali, pada tahun itu mulai dibuat wujud-wujud bhuta kala berkenaan dengan ritual Nyepi di Bali. Ketika itu ada keputusan presiden yang menyatakan Nyepi sebagai hari libur nasional. Semenjak itu masyarakat mulai membuat perwujudan onggokan yang kemudian disebut ogoh-ogoh, di beberapa tempat di Bali. Budaya baru ini semakin menyebar ketika ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali ke XII.     Ogoh-ogoh adalah tradisi yang akan terus ada dari masa ke masa, karena merupakan sebuah seni dan kreativitas tanpa batas oleh anak muda. Mereka yang tergabung dalam Sekeha Teruna Teruni (STT) semakin terdorong membuat ogoh-ogoh untuk ditampilkan dalam pawai kendati harus mengeluarkan banyak uang. Sumber : https://humassetda.bulelengkab.go.id/artikel/penge...